Sobat Belajar: Mengenal Pajak Masukan dan Pajak Keluaran
Indonesia - Setiap badan usaha yang memenuhi persyaratan wajib melakukan pembayaran pajak. Salah satu pajak yang dikenakan, yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pajak ini wajib dikenakan dan disetorkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). PPN terbagi menjadi dua jenis, yaitu PPN Masukan dan PPN Keluaran. Khusus untuk pajak ini akan dibebankan kepada konsumen terakhir. Pengusaha Kena Pajak hanya wajib untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN terutang. Lantas apa sebenarnya Pajak Masukan dan Keluaran itu? Berikut adalah penjelasan yang dapat membantu Sobat memahami makna, fungsi, dan perbedaan dari keduanya.
Pengertian Pajak Masukan dan Keluaran
Pajak Keluaran merupakan pajak (PPN) terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak, Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak berwujud, dan atau ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud. Sedangkan Pajak Masukan merupakan Pajak (PPN) yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena telah melakukan kegiatan memperoleh Barang Kena Pajak dan/atau memperoleh Jasa Kena Pajak dan/ atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud/Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.
Dasar Hukum
Dasar hukum yang mengatur tentang ketentuan Pajak Pertambahan Nilai adalah :
- UU No. 42 tahun 2009 diubah terakhir menjadi UU No. 11 tahun 2020,
- PP 44 tahun 2022
Karakteristik dan Ciri-ciri Pajak Keluaran (PK) dan Pajak Masukan (PM)
Pajak Keluaran
PPN termasuk ke dalam jenis pajak objektif, sebab dalam pemungutannya, PPN memberi penekanan pada objek yang dikenakan pajak, bukan pada subjek atau Wajib Pajak-nya. Pengenaan pajak keluaran didasarkan atas penetapan tarif barang yang ditentukan berdasarkan undang-undang, yang kemudian dilanjutkan dengan pemungutan pajak oleh penjual.
Penjual yang diperbolehkan memungut Pajak adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan yang boleh dipungut PPN-nya adalah atas Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP). Dokumen yang digunakan sebagai sarana memungut pajak adalah menggunakan Faktur Pajak, dan yang bisa membuat Faktur Pajak hanya pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi PKP. Bukti pungut dalam bentuk Faktur Pajak inilah yang disebut sebagai Faktur Pajak Keluaran. Dikatakan demikian, sebab dihasilkan atas pemungutan pajak atas barang atau jasa yang dikeluarkan.
Pajak Masukan
Pembeli Barang Kena Pajak atau Jasa kena Pajak dari Wajib Pajak yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, maka terhadap pembeli tersebut akan dipungut Pajak Pertambahan Nilai. Yang diperbolehkan memungut PPN dari perolehan barang yang dilakukan oleh pembeli adalah penjual yang sudah dikukuhkan sebagai PKP, dengan dokumen berupa Faktur Pajak yang digunakan sebagai bukti pungut.
Karena Faktur Pajak diperoleh dari kegiatan ‘memperoleh’ barang atau jasa, maka faktur pajak yang akan diterima oleh pembeli akan disebut dengan Faktur Pajak Masukan. Pajak Masukan ini berarti pajak (PPN) yang telah dibayar oleh pembeli. PPN dalam Faktur Pajak Masukan ini dapat menjadi pengurang (kredit pajak) pada saat pembeli tersebut melakukan penyerahan atas hasil produksinya atau menjual kembali barang dan memungut PPN (Pajak Keluaran), sehingga PPN yang harus disetor ke Negara adalah Pajak Keluaran dikurangi Pajak Masukan.
Namun, terdapat pula beberapa aturan mengenai Pengkreditan Pajak Masukan yang tidak dapat diberlakukan, contohnya seperti:
- Pengeluaran untuk memperoleh Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak,
- Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Wajib Pajak,
- Perolehan serta pemeliharaan kendaraan bermotor, berupa sedan dan station wagon, dikecualikan jika barang tersebut merupakan barang dagangan atau disewakan,
- Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan surat ketetapan pajak oleh DJP.
Konsep Pajak Keluaran - Pajak Masukan
Konsep PK-PM sederhananya adalah menentukan selisih dari jumlah keduanya terletak di mana? Apakah di Pajak Keluaran Selisih lebihnya atau di Pajak Masukan? Nantinya perlakuan terhadap selisih ini akan berbeda antara satu dengan yang lainnya.
- Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran ternyata lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan kurang bayar, yang dimana Wajib Pajak PKP harus menyetorkan kekurangan bayar tersebut kepada kas negara.
- Sebaliknya, apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan ternyata lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya atau dapat diminta kembali (restitusi). Namun, biasanya permintaan kembali kelebihan pembayaran pajak (restitusi) tersebut harus dilakukan pada akhir tahun. Tetapi, ada pula beberapa jenis usaha tertentu yang dapat dilakukan pengembalian setiap masa/ bulan pajak.
Atas penjelasan terkait Pajak Masukan dan Pajak Keluaran diatas, semoga Sobat semua paham ya dan dapat menambah pengetahuan serta wawasan kalian ya Sobat.
Jika Sobat ingin mencari informasi lainnya terkait UMKM, perpajakan, dan berita terkini, silahkan kunjungi website kami di Sobat Buku dan Sobat Pajak, atau melalui media sosial kami di Instragram dan Facebook