Pengenaan Pajak Terbaru untuk UMKM di PP 55/2022
Indonesia - Apakah itu UMKM? UMKM merupakan Usaha Mikro Kecil Menengah yang menjalankan usaha di lingkup individu, rumah tangga, dan badan usaha kecil. UMKM memiliki kontribusi yang cukup besar dalam segi perekonomian di Indonesia. Walaupun, UMKM memiliki kontribusi yang besar bagi penerimaan negara, tetapi masih banyak UMKM yang belum memahami terkait perpajakan, sehingga masih banyak UMKM yang belum memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebelumnya, pengaturan terkait PPh final yang dikenakan untuk UMKM diatur dalam PP Nomor 23 tahun 2018, yang kemudian diatur kembali pada Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022. Berdasarkan Peraturan Pemerintah terbaru di bidang perpajakan bagi UMKM yaitu Peraturan Pemerintah (PP) 55 tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan terjadi perubahan untuk pemberian fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) Final bagi Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki jumlah peredaran bruto atau omzet paling banyak sebesar Rp 4,8 miliar setahun.
Berdasarkan peraturan terbaru, maka pelaku UMKM akan dikenakan tarif PPh Final sebesar 0,5% untuk Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki jumlah peredaran bruto atau omzet Rp 500 juta sampai dengan Rp4,8 M. Berdasarkan ketentuan peraturan tersebut, terdapat kebijakan tidak dikenakan Pajak Penghasilan (PPh Final) atas omzet sampai dengan Rp 500 juta. Sehingga, berdasarkan pasal 60 Peraturan Pemerintah No 55 tahun 2022, apabila Wajib Pajak peredaran bruto tidak melebihi batas Rp 500 juta dalam masa satu tahun pajak, maka Wajib Pajak tidak dikenakan tarif Pajak Penghasilan Final. Peredaran yang dimaksudkan tersebut merupakan perhitungan secara kumulatif terhitung sejak masa pajak pertama di satu tahun pajak.
Untuk keadaan dimana Wajib Pajak orang pribadi merupakan suami istri yang ingin membuat perjanjian tertulis pemisahan harta atau istri menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri, maka peredaran bruto yang digunakan untuk fasilitas adalah berdasarkan penggabungan peredaran bruto usaha dari suami dan istri.
Selain itu, untuk Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, perseroan terbatas, atau badan usaha milik desa, atau badan usaha milik desa bersama yang memiliki fasilitas pajak penghasilan adalah yang menerima atau memperoleh penghasilan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 M dalam satu tahun pajak dengan ketentuan sudah meliputi konsolidasi dengan cabang perusahaan yang dimiliki. Perhitungan yang dilakukan dengan mengalikan tarif PPh bersifat final sebesar 0,5% dikalikan dengan DPP. Nilai DPP yang dimaksud sesuai dengan ketentuan di PP 23/2018, dimana DPP nya adalah jumlah peredaran bruto atas penghasilan dari usaha setiap bulan.
Terdapat beberapa pengecualian atas penghasilan yang boleh diakumulasikan dengan peredaran bruto yang dikenakan pajak penghasilan bersifat final, yaitu:
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, pekerjaan bebas yang dimaksudkan meliputi :
- Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, pejabat pembuat akta tanah, penilai, dan aktuaris
- Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/ peragawati, pemain drama, dan penari
- Olahragawan
- Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator
- Pengarang, peneliti, dan penedemah
- Agen iklan
- Pengawas atau pengelola proyek
- Perantara
- Petugas penjaja barang dagangan
- Agen asuransi
- Distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan kegiatan sejenis lainnya
b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang atau telah dibayar di luar negeri
c. Penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri, dan
d. Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak
Berdasarkan pasal 57 Peraturan Pemerintah (PP) 55 tahun 2022, maka tidak termasuk Wajib Pajak apabila Wajib Pajak memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan:
a. Tarif Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, untuk Wajib Pajak orang pribadi, atau Wajib Pajak badan
b. Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi
c. Wajib Pajak badan yang memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan, Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010, Pasal 75 dan Pasal 78 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2021
d. Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Terdapat jangka waktu tertentu pengenaan Pajak penghasilan yang bersifat final yaitu paling lama 7 tahun pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi. Sedangkan, 4 tahun pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, badan usaha milik desa atau badan usaha milik desa bersama, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh 1 orang. Dan selanjutnya, 3 tahun pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.
Nah, itu dia informasi seputar Pengenaan Pajak Terbaru untuk UMKM sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi di PP 55/2022. Setelah mengetahui fasilitas pajak yang didapatkan oleh pelaku UMKM, maka diharapkan dapat meningkatkan kesadaran serta kepatuhan Sobat UMKM sebagai Wajib Pajak dalam melaporkan dan membayar pajaknya ya. Tidak hanya UMKM saja, diharapkan kita semua sebagai Sobat yang taat pajak, untuk selalu memenuhi kewajiban perpajakannya dengan tepat waktu dan tentunya sesuai peraturan perundang-undangan ya Sobat.
Jika Sobat ingin mencari informasi lainnya terkait UMKM, perpajakan, dan berita terkini, silahkan kunjungi website kami di Sobat Buku dan Sobat Pajak, atau melalui media sosial kami di Instragram dan Facebook.